Jumat, 30 Januari 2015

Low Cost Carrier yang terjadi di Perusahaan Penerbangan


Saat ini di indonesia banyak sekali airlines yg menerapkan sistem LCC atau low cost carrier, hal ini dikarenakan pada dasarnya karakteristik dari perusahaan penerbangan adalah  salah satunya yaitu keuntungan yg tipis.dengan adanya salah satu karakter itu,maka banyak airlines yg menerapkan LCC agar dapat memperoleh keuntungan lebih banyak,lalu apakah penerapan LCC itu sendiri bermanfaat bagi penumpang???atau justru merugikan penumpang???disinilah saya akan membahas hal tsb baik dari segi pandapat pribadi saya dan juga dari segi ilmu pengetahuan yg saya ambil dari berbagai referensi.
LCC adalah sistem dimana airlines mengoperasikan perusahaannya dengan mengeliminasi beberapa operating cost,definisi ini saya dapatkan dari http://maskapai.wordpress.com/2008/03/13/fenomena-low-cost-carrier/.
Lalu dengan melihat definisi tsb,airlines di indonesia yg tergolong ke dalam LCC diantaranya Air asia indonesia,lion air,batavia air,dari ke 3 airlines tsb saya akan mengambil sampel Air asia untuk menjelaskan apakah LCC bermanfaat atau merugikan penumpang….
Dari segi harga,LCC menyediakan harga yg terjangkau untuk penerbangan ke berbagai tujuan sehingga calon penumpang yg hanya memiliki uang yg tidak terlalu banyak dapat bepergian dengan menggunakan moda transportasi udara,dilihat dari hal ini,LCC masih menguntungkan penumpang.hal ini bisa dilihat dari harga tiket air asia tujuan DPS-CGK yg harganya hanya 555,000.00 IDR. Jika kita bandingkan dengan airlines yg tidak menggunakan LCC yg lebih mahal,tentu harga yg ditawarkan oleh air asia sangat menggiurkan.
Dari segi pelayanan,para penumpang cukup dirugikan karena para penumpang yg menggunakan maskapai air asia tidak mendapatkan makanan dan minuman karena  makanan dan minuman tidak termasuk ke dalam bagian dari harga tiket sehingga penumpang harus membeli makanan atau minuman jika penumpang merasa lapar atau haus,jika hanya penerbangan yg menempuh jarak dekat maka hal tsb tidak terlalu mengganggu,tetapi untuk penumpang yg bepergian dengan jarak jauh,maka hal tsb akan sangat menggangu dan sangat merugikan karena harus mengeluarkan biaya tambahan.
Dari segi konfigurasi kabin,penumpang juga terasa sangat dirugikan karena konfigurasi seat yg ada terasa sangat penuh sesak dan juga jarak anatar seat dengan seat didepannya sangat sempit,hal ini menyebabkan perasaan yg mirip ketika kita akan naik metro mini karena sangat sempit dan kurang nyaman,hal ini membuat penumpang yg memiliki tinggi badan diatas 170cm akan merasa amat sangat tidak nyaman.
Dengan mempertimbangkan hal diatas serta hasil wawancara saya dengan teman saya yg pernah menggunakan jasa air asia,dia berpendapat bahwa LCC hanya menguntungkan penumpang dari segi harga yg ditawarkan,tetapi pada pelayanannya atau inflight service,penumpang tidak diuntungkan karena operating cost yg dipangkas termasuk juga untuk meal n drink.
Lalu yg menjadi pertanyaan saya,kapankah LCC di indonesia bisa menyediakan harga yg terjangkau tetapi dengan pelayanan yg tetap baik dan tidak kalah dari Airlines lain yg tidak menerapkan LCC.

Low Cost Carrier

Konsep Low Cost Carrier mulai merambah ke Indonesia. Berbagai Airlines di Indonesia mulai menerapkan system penerbangan dengan efisiensi seluruh variabel cost yang ada. Bahkan Garuda Indonesia juga mulai ingin memanfaatkan LCC ini untuk mengambil Market Share yang lebih banyak lagi dengan adanya Citilink Garuda Indonesia. Belum lagi banyak maskapai di Indonesia sepearti Sriwijaya Airlines, Batavia Airlines dan Lion Air yang menggunakan Konsep LCC.
“ … Adanya LCC berdampak pada reduksi cost dan keragaman pelayanan yang diberikan sarana pengangkut pada penumpangnya. Beberapa waktu lalu sarana pengangkut memberikan layanan pilihan area tempat duduk “smoking area” dan “no smoking area”, sekarang layanan itu ditiadakan. Saat ini ada lagi jenis layanan baru yaitu lokasi tempat duduk tidak lagi ditemukan pada saat check in, namun sesuai dengan pilihan penumpang pada saat masuk pesawat. Beberapa sarana pengangkut yang menentukan nomor atau area tempat duduk pada saat check in.” ( Ground Handling, Suharto Abdul Majid dan Eko Probo D. Warpani )
Pada bahasan di atas, dijelaskan bahwa harga murah bukanlah hal yang menjamin penumpang akan mendapat fasilitas yang lengkap dan pelayanan yang memuaskan yang sebanding dengan fasilitas pada penerbangan yang menggunakkan jasa Full Service.
Low Cost Carrier belakangan ini menjadi suatu konsep yang menarik bagi maskapai di Indonesia. Selain merupakan manajemen yang dapat meminimalisir biaya variable cost. Low Cost Carrier juga dapat mengambil suatu segmentasi pasar yang lebih luas lagi.
Low Cost Carrier memiliki beberapa aspek kerugian dan keuntungan. Aspek kerugian diantaranya adalah :
1. Pegawainya rata – rata adalah pegawai outsource sehingga terdapat suatu kelemahan dalam loyalitas pegawai.
2. Banyak cost variable yang dipangkas sehingga diperlukan adanya sisi control yang lebih mendalam dalam kinerja operasi perusahaan.
3. Sangat menitikberatkan pada proses promosi dan diskon (tiket promo).
Keuntungannya adalah :
1. Biaya operasi perusahaan dapat lebih ditekan namun tetap mengindahkan segi safety, security, and service.
2. Dapat memperbanyak masukan lewat related business seperti cargo charge and extra baggage charge.
3. Maskapai dengan tiket yang murah lebih disukai oleh masyarakat Indonesia.
LCC di Indonesia muncul setelah adanya krisis ekonomi tahun 1998. Maskapai yang mengandalkan konsep full charge banyak yang bangkrut dan tidak mampu menjalankan operasinya lagi dikarenakan hutang yang sudah menumpuk. Semenjak itu, banyak maskapai di Indonesia banyak mqengadopsi konsep penerbangan LCC dari Amerika yang dapat lebih menekan cost atau biaya.
Kesimpulannya, konsep LCC merupakan konsep yang dapat lebih berkembang di Indonesia mengingat masyarakat Indonesia yang lebih menyukai maskapai dengan tiket yang lebih murah. Kedepannya akan dipastikan adanya suatu persaingan yang hebat antara maskapai full charge dengan maskapai LCC dalam meraup pangsa pasar
Kasus dengan bangkrutnya Mandala Airlines yang lalu, meninggalkan sebuah pertanyaan besar, apakah penerbangan murah mampu bersaing di pasar penerbangan domestik. Penerbangan murah tersebut sering juga di sebut dengan Low Cost Carrier (LCC) atau juga ada yang menyebut dengan Low Budget Airlines.


Dimana untuk diluar negeri, sudah banyak maskapai yang menerapkan strategi perusahaan penerbangan seperti ini. Contohnya adalah Air Asia dari Malaysia, Jetstar dari Australia, Tiger Airways dari Singapura dan Virgin Blue dari Australia. Di Eropa juga banyak, misalnya saja adalah Ryanair, EasyJet dan Wizz Air. Sistem maskapai LCC tersebut pertama kali ditemukan dengan tidak sengaja oleh Southwest Airlines dari Amerika Serikat.




Maskapai penerbangan murah, membidik pasar besar yang menyukai harga tiket semurah-murahnya. Strategi mereka memang sebagian besar untuk membidik pasar kalangan menengah kebawah, meskipun tidak jarang kalangan menengah ke atas juga memanfaatkan penerbangan seperti ini.

Untuk mengurangi biaya sehingga bisa menjual tiket harga rendah, low cost carrier mengurangi berbagai fasilitas yang biasa diberikan oleh airlines premium, dimana fasilitas tersebut yang dianggap tidak diperlukan. Misalnya adalah menghilangkan pemberian makanan diatas pesawat, menghilangkan jatah bagasi dan juga membatasi flexibilitas penggunaan tiket untuk diuangkan, dirubah rute maupun diubah tanggal.

Masalahnya adalah, di Indonesia LCC harus bersaing dengan penerbangan middle cost airlines, yang pada kenyataannya harga tiket mereka juga semurah LCC. Middle cost airlines ini adalah airlines yang memberikan tiket harga relatif rendah, dengan fasilitas yang tidak banyak dikurangi. Contohnya saja Sriwijaya Air, Lion Air dan Batavia Air yang masih memberikan makanan bagi penumpang di pesawat, memberikan jatah bagasi secara gratis, dan perhitungan tarif overweight yang normal.

Padahal menjual tiket harga rendah tentu ada batasannya. Maskapai juga harus memikirkan biaya operasional dan juga bahan bakar. Dengan harga murah yang tidak jauh berbeda atau bahkan sama dengan maskapai menengah, market di Indonesia kemungkinan besar cenderung tidak akan menyukai LCC dan lebih memilih maskapai menengah.



Hal tersebut wajar, karena LCC terbilang ribet kalau masalah fasilitas. Misalnya saja untuk dapat jatah bagasi, penumpang harus beli terlebih dahulu, jika tidak beli maka akan dikenakan tarif bagasi yang umumnya lebih mahal jika dibeli di airport. Untuk mendapatkan tempat duduk yang mereka sukai, misalnya seat depan atau emergency seat yang terkenal lebih longgar tersebut, penumpang harus bayar lagi. Ketika terjadi overweight, tarif overweight akan sangat mahal. Jika tiket tidak dipakai atau penumpang mempunyai kendala untuk berangkat, maka tiket akan hangus. Jika ingin boarding terlebih dahulu penumpang harus bayar, dan ketentuan rumit lainnya.

Jadi kesimpulannya sederhana, kenapa harus memilih LCC, jika airlines menengah di Indonesia bisa menjual tiket yang sama murahnya dengan LCC dengan fasilitas yang lebih lengkap. Contohnya saja untuk rute Surabaya-Jakarta, maskapai menengah di Indonesia bisa menjual tiket Rp. 300.000 saja. Kalau maskapai menengah saja harganya semurah itu, pertanyaannya adalah LCC bisa menjual seberapa murahkah untuk bersaing dengan harga tersebut?

Inilah yang membuat pasar penerbangan domestik begitu berat bagi perkembangan maskapai LCC. Jika dibandingkan dengan market internasional, market penerbangan domestik Indonesia memang lebih kejam dan ketat. LCC seperti Air Asia, Jetstar, Virgin Blue dan Tiger Airways mampu bersaing di Internasional, karena meskipun mereka adalah LCC, harga tiket internasional masih cenderung lebih sehat dibandingkan pasar domestik Indonesia. Contohnya saja Jetstar mempunyai rute Singapore-Manila, Singapore-Hongkong, Singapore-Denpasar dan sebagainya. Begitu juga dengan AirAsia mempunyai rute Surabaya-Kualalumpur, Kualalumpur-Bangkok, Kualalumpur-Manila dan sebagainya. Setidaknya airlines tersebut menerbangi banyak rute regional, dimana harga tiket masih relatif tinggi, meskipun mereka disebut LCC.

Tidak ada komentar:

Posting Komentar